Di Indonesia, masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dengan kepadatan tinggi merupakan kelompok masyarakat dengan kondisi dan layanan sanitasi yang kadang kurang memadai. Kota Malang yang merupakan kota terbesar kedua setelah Surabaya di Jawa Timur, dengan kepadatan tinggi juga mengalami permasalahan tentang kondisi sanitasi. Daerah yang rawan sanitasi mempunyai faktor risiko tinggi dalam penyebaran penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, kolera, disentri, DBD, Leptospirosis, dan lain-lain.
Sebagian besar masyarakat Kota Malang menggunakan sistem septik tank dengan peresapan ke tanah dalam penanganan limbah domestik. Sebenarnya Kota Malang telah membangun sarana sanitasi dan perpipaan yang khusus menangani limbah domestik secara terpadu, namun belum semua masyarakat kota Malang mendapatkan pelayanan sarana sanitasi ini.
Adapun septik tank yang digunakan sangat diragukan keamanan pencemarannya terhadap sumur gali disekitarnya. Banyak septik tank yang kondisinya lama dan tidak pernah dikuras. Daerah perumahan di kota sudah sangat padat sehingga jarak antara septik tank dengan sumur gali makin rapat.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Malang melalui Unit Pelaksana Tugas Pengelolaan Air Limbah (UPTPAL) mengadakan Pelatihan Pendataan Pemanfaatan IPAL KOMUNAL untuk Wilayah Kecamatan Sukun dan Blimbing, beberapa hari lalu di Hotel Swiss Bell.
Dengan tujuan Masyarakat bisa memperbaiki kondisi tersebut, dan ada upaya-upaya yang tepat dalam pengolahan air limbah. Air limbah rumah tangga yang berasal dari WC, bekas cucian, dapur, apabila tidak diolah dengan tepat maka akan menyebabkan pencemaran air tanah yang akan berdampak pada kesehatan manusia. Genangan-genangan air limbah juga dapat meningkatkan risiko perkembangan vektor penyakit seperti tikus, kecoa dan nyamuk yang dapat membahayakan kesehatan manusia. (MN).