Ketua HIPPAM Kota Malang Arif Adi Rendra mengungkapkan, dalam hal ini HIPPAM memang harus membuka diri untuk membentuk sebuah legimitasi dan profesionalitas menunjukan 4K, yakni kualitas, kuantitas, keterjangkauan, kontinyunitas.
Sehingga kami menargetkan, untuk 39 HIPPAM yang ada di Kota Malang bisa mempunyai legalitas berbadan hukum, untuk pelayanan yang sifatnya profesional yang sifatnya bukan hanya sosial lagi, namun juga bisa dipertangungjawabkan. “Bentuk pertanggungjawabannya ya seperti adanya laporan resmi keuangan kepada pemerintah maupun kepada pihak-pihak yang membutuhkan,” tandasnya.
Perlu diketahui, HIPPAM sendiri merupakan sebuah lembaga yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005, bahwa memang sebagai bentuk lembaga pengelola air berbasis masyarakat. Dan HIPPAM di Kota Malang merujuk dari peraturan itu, dan airnya rata-rata memang berasal dari pengeboran, yang konsep penyalurannya sama seperti dengan PDAM, dimana juga membayar restribusi. “Mereka mengelola air pengeboran itu dan disalurkan ke masyarakat. Satu HIPPAM sendiri rata-rata pelanggannya masih belum banyak, yakni sekitar 600 kepala keluarga, namun di Arjowinangun ada lebih dari sekitar 1000 pemakai,” jelasnya.
“keberadaan HIPPAM bukan sebagai kompetitor dari PDAM, namun mitra untuk memenuhi keterjangkauan PDAM, namun dengan harga yang lebih murah dan aturannya lebih longgar karena aturannya dari masyarakat,” pungkasnya. (MN).